twitter


Candi Dermo adalah salah satu candi yang dibangun pada Masa kerajaan Majapahit, pada wangsa Raja Hayam Wuruk. Candi bercorak hindu ini berdiri pada tahun 1353 dibawah pimpinan Adipati Terung yang sekarang makamnya terdapat di Utara Masjid Trowulan.
      Candi ini termasuk salah satu kompleks candi yang dibangun oleh Kerajaan Majapahit sebagai bukti akan luasnya daerah kekuasaan yang dimiliki. Candi ini sebenarnya merupakan  Gapura atau Pintu Gerbang, orang Jawa mengatakan Gapura Ke Bangunan Suci. Arti dari Bangunan suci sendiri adalah bangunan induk yang biasanya terletak di sebelah timur candi. Begitupula dengan Candi Dermo, sebenarnya dahulu di sebelah timur Candi ada bangunan induk yang ukurannya lebih besar, namun sekarang bangunan induk tersebut sudah pupus dimakan waktu dan akhirnya roboh. Oleh masyarakat jaman dulu, lahan puing-puing bangunan induk tersebut dijadikan pemukiman oleh warga sekitar.
            Keadaan Candi kini sudah mulai rapuh, banyak puing-puing yang runtuh sehingga menyebabkan candi mulai tak terbentuk. Meskipun begitu, masih ada beberapa relief candi yang masih utuh di sisi bagian samping kanan dan kiri, namun beberapa yang ada di puncak sudah tak terbentuk karena banyak batu bata yang rapu dan runtuh. 

Pada kompleks candi Dermo, terdapat 4 buah Arca dengan 2 macam jenis, yakni Arca Manusia Bersayap dan Arca Kolo. Namun sayangnya, sekarang salah satu dari arca-arca tersebut ada yang sudah hancur, sehingga kini Candi Dermo hanya memiliki 3 Arca saja, sedangkan pemugaran masih dilakukan selama 2 kali sekitar tahun 1905-1914, itupun pada masa Penjajahan Belanda, sehingga sebagian badan candi sudah direnovasi.
            
Luas kompleks Candi yang terletak di desa Candi negoro, Wonoayu ini tak begitu luas. Bangunan candi dengan tinggi 11.05 m, panjang 10.84 m dan lebar 10.77 ini memiliki luas halaman sekitar 22 m x 20 m dengan sebuah pos kecil di pelataran depan. Tak ada tempat parkir disana, bahkan jalan menuju candi inipun begitu kecil dan sempit, sehingga hanya dapat menampung kendaraan dengan jumlah terbatas, itupun dengan diparkir di halaman rumah warga sekitar kawasan candi. Prasarana yang ditawarkan Candi Dermo ini memang masih belum lengkap, tak ada toilet disana, namun pengunjung bisa menggunakan kamar mandi yang ada di mushollah disamping candi.

            Candi Dermo memiliki 3 orang pengawas, yaitu Bapak Chusni, Bapak Hadi dan seorang lagi adalah warga Wates, Mojokerto. Beliau-beliau lah yang selama ini menjaga dan merawat Candi Dermo. Setiap 3 hari sekali mereka beroperasi untuk membersihkan dan menata sekitar Candi, seperti menyapu, merawat tanaman, menghias taman, menyirami rumput dll. Tanaman-tananam yang ada di sana merupakan tanaman yang mereka tanam atas inisiatif sendiri dengan dibantu oleh warga sekitar.
            
Disini, tak ada sistem keamanan khusus yang dipergunakan, pengawas hanya bertugas mengawasi para pengunjung dari rumahnya yang tak jauh dari candi, jika mereka butuh bantuan pengawas, maka dengan senang hati akan dilayani dengan ramah. Setiap pengunjung yang datang tidak diberi tarif masuk, namun hanya sebatas mencatat di buku tamu yang akan disetorkan ke kantor pusat di Trowulan. Tak ada batasan jam berkunjung yang ditetapkan, sehingga kapanpun itu, pengunjung boleh datang. Pengunjung yang datang biasanya dari kalangan pelajar. Rata-rata ada 40 sekolah yang berkunjung ke Candi tiap bulannya dengan tujuan observasi, namun banyak juga dari kalangan umum yang datang dengan maksud untuk rekreasi dan melihat-lihat saja. Sedangkan pengontrolan dilakukan setiap 3 bulan sekali oleh petugas candi.



Dana yang digunakan berasal dari dana pusat, sehingga dengan dilakukan pengontrolan, akan dihitung seberapa parah kerusakan candi, kemudian akan dilaporkan ke kantor pusat. Kantor pusat akan mencatat kerusakan candi dan melakukan pendataan di bagian financial untuk renovasi. Pernah ada kabar burung bahwa Candi Dermo akan dibongkar, namun itu dibantah oleh para pengawas, karena ini sudah merupakan cagar budaya berdasarkan UUD No.5 tahun 1992. Proposal dan semua laporan keadaan candi sudah dikirim, bahkan sudah dibuatkan design asli dari Candi Dermo sendiri, namun hingga kini, perenovasian masih belum terealisasikan, entah karena sebab apa.
            Candi Dermo termasuk salah satu peninggalan jejak masa lampau yang harus dijaga dan dilestarikan, maka dari itu mari kita ikut serta membantu melestarikannya agar peninggalan masa lampau dapat terjaga dan abadi, sehingga anak cucu kita dapat menikmatinya nanti. J




Sekolah, adalah salah satu kewajiban bagi kita sebagai seorang pelajar, ya karena dengan sekolah, kita bisa mendapatkan ilmu sebagai bekal kita dalam menghadapi tantangan dunia yang tengah menanti kelak. Tanpa adanya sekolah, kita tidak akan bisa memaksimalkan potensi dan bakat terpendam kita, sehingga kita tidak bisa bereksplorasi dengan bebas. 

Di sekolah, pasti banyak sekali mata pelajaran, dan salah satunya adalah bahasa Indonesia, yang mana merupakan salah satu mapel yang sering dan harus dijumpai di Indonesia, :')

Untuk kali ini, saya ingin mengenang perjalanan dalam detik-detik mapel bahasa Indonesia bertema membaca puisi, dan salah satu puisi yang bersejarah adalah puisi Buku Tamu Museum Perjuangan karya Tufiq Ismail..




BUKU TAMU MUSIUM PERJUANGAN
Oleh: Taufiq Ismail

Pada tahun keenam
Setelah di kota kami didirikan
Sebuah Musium Perjuangan
Datanglah seorang lelaki setengah baya
Berkunjung dari luar kota
Pada sore bulan November berhujan
dan menulis kesannya di buku tamu
Buku tahun keenam, halaman seratus-delapan

Bertahun-tahun aku rindu
Untuk berkunjung kemari
Dari tempatku jauh sekali
Bukan sekedar mengenang kembali
Hari tembak-menembak dan malam penyergapan
Di daerah ini
Bukan sekedar menatap lukisan-lukisan
Dan potret-potret para pahlawan
Mengusap-usap karaben tua
Baby mortir buatan sendiri
Atau menghitung-hitung satyalencana
Dan selalu mempercakapkannya

Alangkah sukarnya bagiku
Dari tempatku kini, yang begitu jauh
Untuk datang seperti saat ini
Dengan jasad berbasah-basah
Dalam gerimis bulan November
Datang sore ini, menghayati musium yang lengang
Sendiri
Menghidupkan diriku kembali
Dalam pikiran-pikiran waktu gerilya
Di waktu kebebasan adalah impian keabadian
Dan belum berpikir oleh kita masalah kebendaan
Penggelapan dan salahguna pengatasnamaan

Begitulah aku berjalan pelan-pelan
Dalam musium ini yang lengang
Dari lemari kaca tempat naskah-naskah berharga
Kesangkutan ikat-ikat kepala, sangkur-sangkur
berbendera
Maket pertempuran
Dan penyergapan di jalan
Kuraba mitraliur Jepang, dari baja hitam
Jajaran bisu pestol Bulldog, pestol Colt

PENGOEMOEMAN REPOEBLIK yang mulai berdebu
Gambar lasykar yang kurus-kurus
Dan kuberi tabik khidmat dan diam
Pada gambar Pak Dirman
Mendekati tangga turun, aku menoleh kembali
Ke ruangan yang sepi dan dalam
Jendela musium dipukul angin dan hujan
Kain pintu dan tingkap bergetaran
Di pucuk-pucuk cemara halaman
Tahun demi tahun mengalir pelan-pelan

Deru konvoi menjalari lembah
Regu di bukit atas, menahan nafas 

Di depan tugu dalam musium ini
Menjelang pintu keluar ke tingkat bawah
Aku berdiri dan menatap nama-nama
Dipahat di sana dalam keping-keping alumina
Mereka yang telah tewas
Dalam perang kemerdekaan
Dan setinggi pundak jendela
Kubaca namaku disana…..

GUGUR DALAM PENCEGATAN
TAHUN EMPATPULUH-DELAPAN 

Demikian cerita kakek penjaga
Tentang pengunjung lelaki setengah baya
Berkemeja dril lusuh, dari luar kota
Matanya memandang jauh, tubuh amat kurusnya
Datang ke musium perjuangan
Pada suatu sore yang sepi
Ketika hujan rinai tetes-tetes di jendela
Dan angin mengibarkan tirai serta pucuk-pucuk cemara
Lelaki itu menulis kesannya di buku-tamu
Buku tahun-keenam, halaman seratus-delapan
Dan sebelum dia pergi
Menyalami dulu kakek Aki
Dengan tangannya yang dingin aneh
Setelah ke tugu nama-nama dia menoleh
Lalu keluarlah dia, agak terseret berjalan
Ke tengah gerimis di pekarangan
Tetapi sebelum ke pagar halaman
Lelaki itu tiba-tiba menghilang